Latest News

Problem Keluarga Akibat Ambiguitas Sosial


problem keluarga

Bagaimana problem keluarga muncul dan apa yang sesungguhnya menyebabkan terjadinya masalah tersebut? Bagaimana pula dampak atau kibat problem perkawinan tersebut bagi tumbuh kembang anak maupun keutuhan sebuah perkawinan?

Penyebab Problem Keluarga 

Dalam perkembangan teknologi dan arus informasi yang makin carut-marut sekarang ini, masyarakat kita seperti terjebak pada kebingungan atau ambiguitas sosial. Pola asuh yang diterapkan orang tua lebih bersifat asumsi dan kurang memiliki bobot filosofis. Malah tak jarang orangtua lebih sering ikut arus dalam menentukan pola asuhnya dengan mengejar target yang bersifat kuantitatif.

Hal ini tentu saja dipicu oleh pengaruh sistem persekolahan kita yang juga telah menjadi lembaga mekanis yang seolah-olah terkesan sekedar mengejar angka.  Kondisi ini pada gilirannya justru menimbulkan kebingungan atau ambiguitas sosial.

Untuk melihat pengaruh atau dampak dari ambiguitas ini adalah tingginya jumlah anak yang mengalami stress atau depresi. Tekanan psikologis inilah yang kemudian mengejawantah menjadi berbagai perilaku menyimpang, seperti kenakalan remaja.

Data dari BAPAS memperlihatkan bahwa kasus kenakalan anak dan remaja selalu meningkat. Bahkan rata-rata peningkatan kasus ini setiap tahunnya mencapai 19,16 %. Dari jumlah itu, latar belakang penyebabnya ternyata faktor lingkungan merupakan penyebab utama kenakalan anak, meliputi 168 kasus, diikuti faktor tekanan ekonomi 43 kasus, alpa 13 kasus, emosi 21 kasus, dan faktor lainnya 13 kasus.

Unsur lingkungan paling dominan dalam perkembangan kepribadian anak tentu saja di dalam keluarga.  Keluarga yang semestinya menjadi tempat paling aman dan nyaman untuk tumbuh-kembang anak justru menjadikan anak tidak betah.

Sejumlah  kasus kenakalan remaja lainnya juga cukup banyak memberikan gambaran bahwa anak mengalami kecemasan dan tekanan akibat problem keluarga. Hal ini terjadi karena orang tua berlaku otoriter ataupun target-target yang acapkali dipaksakan oleh orangtuanya agar anak menjadi unggul. Banyak orang tua yang menerapkan pola asuh pewarisan terlalu ketat tanpa memperhatikan kebutuhan anak.

Namun tekanan psikologis yang dialami anak juga bisa terjadi akibat dari banyak dan beratnya problematika yang dialami orang tua. Banyak orangtua cenderung bersikap egois tanpa memperhitungkan dampak dari problem yang mereka alami terhadap anaknya.

Masalah Pernikahan
Kesulitan ekonomi rumah tangga, perselisihan suami-istri, ataupun problem orangtua lainnya tidak jarang menjadi pemicu problem keluarga dan ikut mewarnai suasana keluarga yang tercipta. Pendek kata, anak pun ikut menjadi korban dari kompleksitas interaksi yang terjadi di dalam keluarga.

Beberapa indikasi yang terlihat dari stress atau tekanan psikologis yang dialami anak diantaranya berupa temperamen yang tak terkendali, kenakalan dan kebandelan, tidak betah di rumah atau sering keluyuran ke luar rumah hingga malam. Gejala ini berkaitan dengan kurang atau rendahnya rasa aman dan nyaman yang dirasakan anak di rumah. Sehingga anak lebih sering pergi atau menghabiskan waktunya di luar rumah.

Tekanan yang dialami anak ini juga lebih merupakan dampak psikologis akibat ketidakharmonisan orangtua. Orang tua merupakan cermin bagi anak-anak. Kalau orang tuanya buruk, yang dicontoh oleh anak-anak adalah hal yang buruk.

Untuk itu para orang tua yang sedang mempunyai masalah agar sesegera mungkin menyelesaikannya. Apalagi ini terjadi lebih banyak pada hubungan antara suami dan istri, sehingga pemecahan masalahnya perlu dilakukan kedua orang tua itu tanpa melibatkan anak. Anak pun dapat dihindari dari suasana tegang yang tercipta dalam keluarga. Jangan sampai ambiguitas sosial yang ada terbawa ke dalam pola asuh dan menjadi problem keluarga.