Latest News

Benarkah Pernikahan itu Sulit?

Pernikahan
Benarkah pernikahan itu sulit? “Kawin itu gampang, yang sulit adalah menikah”, begitu kalimat yang sering kita dengar. Kalimat ini kerap dilontarkan secara guyon oleh kebanyakan orang, terutama yang belum berani menikah. Meskipun usia sudah cukup matang, pekerjaan juga sudah mapan, tidak sedikit orang yang gamang untuk memasuki dunia perkawinan. Kalau ditanya, seribu satu alasan bisa saja keluar dari mulutnya.

Di masa lalu, menikah merupakan sebuah ‘kewajiban’ bagi seseorang yang sudah siap. Baik kesiapan dari segi usia, penghasilan finansial, maupun kesiapan mental. Menyangkut soal umur dalam pernikahan memang terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara masyarakat di perkotaan dengan di pedesaan.

Di pedesaan, seorang gadis yang telah berumur 17 tahun atau tamat SLTA, sudah dianggap sangat pantas memasuki gerbang pernikahan. Para orangtua pun mulai ‘menawarkan’ anak gadisnya kepada kerabat atau tetangganya yang mempunyai anak jejaka yang dipandang memiliki status sosial yang cukup menonjol agar meminang anaknya.

Dampak Terlambat Menikah

Namun pada era informasi yang begitu transparan sekarang ini, menikah tampaknya telah bergeser menjadi sebuah pilihan. Hidup melajang atau berumahtangga tidak lagi memiliki perbedaan sosial yang nyata. Apalagi di sejumlah kota besar yang sibuk, dengan kehidupan model apartemen yang cenderung bebas, seseorang justru cenderung merasa terikat dengan kehidupan pernikahan dan lebih memilih hidup melajang.

Secara sosial pun pernikahan tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang sakral yang patut dipertahankan keagungan dan keutuhannya. Harmonisasi rumah tangga bersama keberhasilan anak-anak mencapai derajat sosial terpandang, bukan lagi dinilai sebagai sebuah kesuksesan. Akibatnya, gaya hidup selebritis yang sering kawin-cerai pun melanda kalangan masyarakat lainnya.

Sedangkan secara hukum,  terkadang proses untuk pengurusan pernikahan juga bukan hal yang mudah. Selain birokratis, berbelit, juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Belum lagi calon pasangan yang akan menikah juga harus mengikuti prosedur dan peraturan pemerintah untuk mengikuti ceramah ataupun pelatihan pra nikah.

Kondisi ini tentunya membawa pengaruh terhadap keberanian seseorang untuk menikah. Bukan sekadar berani untuk merasakan nikmatnya kehidupan seksualnyha saja, namun juga harus siap secara mental menghadapi dan mengatsi apabila timbul masalah. Karena itu pernikahan pun kini telah menjadi sebuah ‘momok’. Mungkin benar guyonan di atas, kawin itu gampang. Justru yang sulit adalah menikah.